Berandasehat.id – Obesitas bukan hanya masalah estetik, namun bisa lebih besar dari hal itu. Kegemukan dikaitkan dengan beragam masalah kesehatan jangka panjang dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit sehingga tidak bisa dipandang sebelah mata.

Penyandang obesitas di Indonesia meningkat dan jumlahnya cukup mengkhawatirkan. Menurut Kementerian Kesehatan RI, satu dari tiga orang dewasa Indonesia mengalami obesitas, dan satu dari lima anak berusia 5 hingga 12 tahun mengalami kelebihan berat badan dan obesitas.

Disampaikan Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr. Dicky Levenus Tahapary, Sp.PD-KEMD, PhD., obesitas di Indonesia meningkat dengan angka kenaikan yang mengkhawatirkan. “Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018. 3 Kita benar-benar harus memperhatikan kecenderungan peningkatan angka kegemukan,” terang Dicky dalam temu media daring yang dihelat Novo Nordisk, Rabu (30/3/2022).

Ilustrasi obesitas (dok. istimewa)

Meskipun menimbulkan masalah kesehatan dan dampak ekonomi yang serius dalam sistem perawatan kesehatan, sayangnya obesitas belum mendapat perhatian serius seperti gangguan kesehatan lainnya. Padahal, kegemukan diprediksi akan menelan biaya perawatan kesehatan lebih dari US$1 triliun pada tahun 2025, dengan jumlah penderita sebesar 800 juta orang secara global.

Stigma Obesitas

Obesitas telah menjadi epidemi global. Stigma obesitas juga memberikan tantangan tersediri dalam penanganan masalah kelebihan berat badan ini. Stigma terhadap berat badan mencakup perilaku dan sikap negatif yang ditujukan terhadap seseorang terkait dengan bobot tubuhnya.

Stigma ini berbahaya dan kita harus memahami bahwa obesitas merupakan suatu penyakit dan tidak dapat ditangani hanya dengan mengurangi asupan makanan dan lebih banyak beraktivitas fisik.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kelebihan berat badan dan obesitas sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan.  Praktisi kesehatan menggunakan BMI (body mass index atau indeks masa tubuh (IMT)) sebagai metode skrining, dan diagnosis klinis obesitas didasarkan pada kelebihan lemak tubuh abnormal yang mengganggu kesehatan.

Dicky menyebut, untuk orang Indonesia, BMI pada tingkatan 25 termasuk kategori berat badan berlebih, dan BMI lebih dari 27 dinyatakan sebagai obesitas. “Kita juga dapat memanfaatkan lingkar pinggang untuk menilai risiko seseorang terkena penyakit yang disebabkan oleh obesitas,” terangnya. “Ukuran pinggang lebih dari 80 cm untuk wanita dan lebih dari 90 cm untuk pria meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan oleh obesitas.”

Diet Saja Tidak Cukup

Guna mencegah dan mengatasi obesitas, diet memegang peranan penting. Diet yang biasa dilakukan sebagai bagian usaha untuk menurunkan berat badan, biasanya berfokus pada pembatasan energi untuk mengurangi berat badan.

Namun, menurut dr. Cindiawaty J. Pudjiadi, MARS, MS. Sp.GK, mengendalikan berat badan tidak cukup dengan usaha mengurangi asupan makanan dan menambah aktivitas olahraga. “Kita juga harus memperhatikan apa yang kita makan, bukan hanya seberapa banyak yang kita makan. Mengurangi kalori yang efektif bukan hanya dengan sedikit makan dengan tujuan menekan asupan kalori serendah mungkin,” terangnya.

Ditambahkan oleh dr. Anita Suryani, Sp.KO selaku spesialis kedokteran olahraga, aktif secara fisik dipastikan dapat mencegah kelebihan berat badan dan obesitas. Bentuk latihan tertentu mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada komposisi tubuh. “Yang dianjurkan adalah intensitas sedang dan sekitar 40 menit,” ujarnya.

Penanganan Obesitas

Dicky menandaskan, obesitas tidak hanya masalah estetika, tetapi juga berkenaan dengan masalah kesehatan serius. “Orang obesitas memiliki risiko lebih besar terhadap penyakit kronis lainnya,” ujarnya.

Karenanya, dalam mengelola obesitas dan mencegah risiko komplikasi yang yang disebabkannya, pengobatan obesitas harus ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai dengan anjuran kesehatan. Hal ini juga diyakini dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dan menurunkan risiko komplikasi yang berhubungan dengan obesitas.

Perlu diingat, jargon ‘makan lebih sedikit, bergerak lebih banyak’ mengandung pemahaman bahwa penurunan berat badan hanya tentang diet dan olahraga, sementara faktor pemicu obesitas lainnya diabaikan. Meskipun latihan fisik memainkan peran penting dalam pola hidup sehat secara keseluruhan, itu bukan satu-satunya faktor dalam menangani obesitas.

Untuk menangani obesitas, setiap individu disarankan berkonsultasi dengan tim profesional kesehatan termasuk ahli diet, psikolog atau psikiater, atau tim profesional perawatan kesehatan lain. Tujuannya tak lain untuk membantu memahami dan membuat perubahan dalam pola makan dan aktivitas sehari-hari.

Salah satu fokus Novo Nordisk adalah mendorong perubahan dalam permasalahan obesitas di Indonesia dan dunia, melalui pendekatan holistik untuk mengobati obesitas. Sebagai bagian dari program kampanye anti-obesitas, Novo Nordisk Indonesia memperbarui TanyaGendis, chatbot WhatsApp yang memberikan informasi tentang diabetes dan obesitas.

Chatbot TanyaGendis kini telah diperbarui dengan menambah kalkulator BMI sehingga semua orang dapat dengan mudah melakukan cek BMI melalui WhatsApp dan mengetahui apakah mereka memiliki kondisi kelebihan berat badan atau obesitas. Dengan melakukan cek BMI, mereka diharapkan dapat segera berkonsultasi dengan tenaga profesional untuk mencegah risiko yang mungkin terjadi di masa depan.

Perlu diketahui, TanyaGendis merupakan salah satu implementasi dari nota kesepahaman antar pemerintah (G2G MoU) antara Indonesia dan Denmark dalam kerja sama kesehatan.

Gendis merupakan singkatan dari “ceGah & kENDali DIabetes dan obesitaS’. TanyaGendis dapat diakses melalui WhatsApp di 0812 8000 5858 dan memungkinkan masyarakat untuk dapat mendeteksi risiko diabetes dan status BMI individu secara dini.

Dengan demikian jelaslah bahwa obesitas adalah kondisi yang kompleks, yang memiliki dampak sosial dan psikologis yang serius, ditemui di semua usia dan kelompok sosial-ekonomi dan dipandang sebagai ancaman baik di negara maju maupun berkembang. “Kita perlu menjadikan obesitas sebagai prioritas kesehatan nasional. Ini memerlukan keterlibatan semua pihak,” pungkas Dicky. (HG)