Berandasehat.id – Lebih dari dua tahun setelah pandemi COVID-19 melanda global, para ilmuwan kian menyadari sekelompok pasien dengan gejala COVID berkepanjangan alias Long Covid, masih terganggu oleh kombinasi gejala setelah infeksi berlalu. 

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neuroscience, spesialis dari Massachusetts General Hospital (MGH) menjelaskan temuan mereka terkait dengan pekerjaan klinis multidisiplin di bidang ini.

“Biasanya, pasien dengan Long COVID datang dengan keluhan brain fog/kabut otak, deskripsi yang tidak jelas termasuk kurang tidur, kecemasan, depresi dan riwayat sakit kepala atau migrain yang dikombinasikan dengan masalah terkait perhatian dan kesulitan menemukan kata serta disfungsi eksekutif,” terang Zeina Chemali, MD, MPH, Direktur Klinik dan Pelatihan Neuropsikiatri di MGH, serta Direktur Medis di Pusat Kesehatan Otak McCance dilaporkan MedicalXpress.

Ilustrasi penyintas Covid (dok. istimewa)

“Pasien yang kami rawat dengan Long COVID yang mengalami kabut otak ditemukan bahwa akar penyebab dari istilah yang umum digunakan ini sering kali multifaktorial,” terang Chemali.

Dalam penelitian yang dilakukan selama 15 bulan dari Februari 2020-Mei 2021, Chemali dan rekannya mengikuti 87 kasus yang dikonfirmasi dan 13 kasus dugaan individu yang tidak dirawat di rumah sakit dengan gejala yang bertahan lebih dari enam bulan setelah infeksi COVID-19.

Fitur utama dari penelitian ini adalah bahwa sebagian besar (75%) dari kohort adalah wanita kulit putih. “Meskipun kami tahu orang kulit hitam Amerika dan Latin sakit parah akibat COVID-19, kami tidak melihat mereka mengunjungi klinik karena keluhan Long Covid,” kata Chemali.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana dan mengapa COVID-19 mempengaruhi orang secara berbeda. “Pertanyaan terpenting adalah apa hal yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap COVID-19 dengan cara tertentu dan menunjukkan gejala tertentu,” ujarChemali. 

“Mengapa beberapa orang menjadi sangat sakit, yang lain tidak, beberapa menjadi pasien Long Covid dan mengapa beberapa orang tidak pernah terkena COVID-19 sama sekali,” imbuhnya.

“Semua orang masih bergulat dengan pemahaman Long COVID,” simpul Chemali, mencatat bahwa gejala serupa ditemukan pada pasien dengan penyakit pasca-virus lainnya, cedera otak pasca-trauma, sindrom gegar otak, atau sindrom kelelahan kronis yang samar-samar dipahami. “Dari sudut pandang sirkuit saraf, kami melihat bahwa jaringan frontal adalah yang paling rentan dalam fase pasca-COVID-19.”

Chemali menyarankan bahwa mengatasi cara untuk memulihkan sirkuit saraf frontal, yang bertanggung jawab pada kualitas tidur yang baik, mengurangi rasa sakit dan sakit kepala, mengobati kecemasan dan depresi, dapat dilakukan dengan menawarkan dukungan dan mempromosikan perawatan diri untuk pemulihan berkelanjutan. (BS)