Berandasehat.id – Riset terbaru menunjukkan, SARS-CoV-2, virus COVID-19, menyebabkan kerusakan dan peradangan neuron yang signifikan dalam waktu seminggu setelah infeksi pada monyet kera rhesus. Para peneliti dari California National Primate Research Center di University of California, Davis, juga menemukan bahwa monyet tua dengan diabetes tipe 2 mengalami kerusakan saraf akibat virus yang lebih buruk. 

Temuan yang diterbitkan dalam Cell Reports 12 Oktober, memberikan kerangka kerja untuk mempelajari gejala neurologis jangka panjang yang terkait dengan COVID-19.

Delapan puluh persen orang yang dites positif COVID-19 melaporkan gejala neurologis, menurut sebuah laporan baru-baru ini. Studi pada manusia belum dapat memastikan apakah gejala-gejala ini disebabkan oleh respons peradangan umum dalam tubuh, atau apakah virus menginfeksi otak secara langsung. 

Menggunakan model penyakit primata – bukan manusia –  yang baru-baru ini dikembangkan, para peneliti UC Davis mengungkap bahwa COVID mencapai otak dengan transportasi melalui hidung di sepanjang saraf penciuman, saraf yang dimulai di otak dan berakhir di bagian dalam atas hidung.

“Kami tidak hanya menunjukkan bahwa virus menginfeksi otak, tetapi juga menginfeksi neuron secara langsung dan dapat diangkut sepanjang jalur saraf ke situs di luar daerah penciuman awal,” kata penulis senior John Morrison, profesor neurologi di UC Davis dan direktur CNPRC dilaporkan MedicalXpress

Kera rhesus muda yang sehat dan hewan tua dengan diabetes tipe 2 diinokulasi (sengaja dipaparkan) dengan virus SARS-CoV-2 dan dibandingkan dengan kontrol yang tidak terinfeksi dan sesuai usia. Tujuh hari setelah hewan terpapar virus, para peneliti dapat mengidentifikasi virus di jaringan otak serta beberapa jenis sel otak yang berbeda. 

Ilustrasi virus corona (dok. istimewa)

Mikroskop bertenaga tinggi memungkinkan para ilmuwan untuk memvisualisasikan interaksi antara virus dan sel-sel otak.

Infeksi Virus COVID Lebih Buruk pada Primata Tua

Temuan studi tidak meninggalkan keraguan bahwa virus memasuki otak dan merusak sel-sel otak di sepanjang jalurnya, kata penulis pertama Danielle Beckman, seorang peneliti postdoctoral di UC Davis. 

Dengan membandingkan hewan muda dan tua, menjadi jelas bahwa infeksi virus diperburuk pada hewan tua. Sel-sel otak monyet tua yang terinfeksi tampak menyusut.

Mungkin yang paling mencolok adalah jarak yang ditempuh virus pada hewan tua dibandingkan dengan hewan muda yang sehat. Sementara virus sebagian besar ditemukan di korteks penciuman primer pada semua hewan yang dipaparkan virus, ternyata virus menyebar lebih jauh pada hewan tua. 

Penanda seluler SARS-CoV-2 terlihat di daerah otak yang melampaui sensasi langsung dan persepsi penciuman, dan ke daerah yang sangat terlibat dalam emosi, memori, dan kognisi pada hewan tua.

Temuan ini meningkatkan kekhawatiran tentang potensi lonjakan penyakit neurodegeneratif dan kerentanan terhadap penyakit terkait demensia, seperti Alzheimer, seiring bertambahnya usia orang dewasa yang terinfeksi COVID. “Pada monyet tua khususnya, virus menginfeksi neuron di daerah yang dikenal sangat rentan terhadap penyakit Alzheimer,” kata Morrison.

Para peneliti juga bermaksud untuk memahami bagaimana virus dapat menyebabkan kerusakan sel dan dampak jangka panjang pada otak. Bukti menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 menyebabkan peradangan di otak. Sel-sel di sistem saraf pusat merespons dengan memecah dan membuang sel-sel yang meradang.

“Meskipun proses ini dapat bermanfaat dan ditujukan untuk menyembuhkan sistem saraf pusat, intensitas peradangan yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 pada kera rhesus tua menyebabkan kerusakan yang signifikan,” kata Beckman.

Mengidentifikasi mekanisme molekuler dan seluler yang menyebabkan gejala infeksi jangka panjang akan sangat penting untuk mengurangi beban komplikasi neurologis COVID-19. 

Temuan saat ini meletakkan dasar untuk studi masa depan dan menyoroti peran penting model primata bukan manusia dalam penelitian teranyar ini.

Para peneliti kini mempelajari otak dari monyet beberapa bulan setelah infeksi untuk lebih memahami tingkat dan sifat kerusakan otak yang mungkin mendasari komplikasi neurologis jangka panjang dari COVID-19. (BS)

Advertisement