Berandasehat.id – Ancaman Covid-19 gelombang ketiga di Indonesia kian nyata. Kekhawatiran bahwa varian Omicron akan memicu lonjakan kasus bukan semata bualan kosong.
Kementerian Kesehatan RI melaporkan 9.905 infeksi baru dan tujuh kematian pada Jumat (28/1/2022) dalam periode 24 jam terakhir. Itu adalah beban kasus harian tertinggi sejak Agustus 2021 ketika negara ini berjuang mengatasi lonjakan gelombang kedua yang didorong oleh varian Delta – yang banyak meminta korban jiwa.
Indonesia telah pulih dari lonjakan kasus dan kematian tahun lalu – yang termasuk yang terburuk di kawasan Asia Tenggara – dan infeksi harian telah turun menjadi sekitar 200 pada Desember 2021. Tetapi kasus meningkat lagi hanya beberapa minggu setelah pemerintah melaporkan kasus Omicron.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan beberapa bulan ke depan akan menjadi masa kritis karena Omicron menyebar dengan cepat dan masif.
“Kenaikannya akan sangat cepat. Kita akan akan melihat kenaikan tajam dalam waktu dekat,” kata Menkes pada konferensi pers Jumat. Dia memprediksi gelombang Covid-19 saat ini kemungkinan akan mencapai puncaknya pada akhir Februari atau awal Maret 2022.
Menkes menambahkan, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi untuk menghadapi potensi lonjakan, termasuk menyiapkan lebih banyak tempat tidur rumah sakit untuk pasien Covid-19, memastikan langkah-langkah penelusuran dan pengujian yang memadai, menegakkan protokol kesehatan secara ketat dan mengintensifkan upaya vaksinasi di semua wilayah.
Tingkat hunian tempat tidur di Jakarta naik dari 5% pada awal Januari menjadi 45% pada Sabtu (29/1/2022), kata Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria. Dia mengakui Omicron bergerak sangat cepat di Jakarta, wilayah lebih dari 80% dari 10 juta penduduk telah divaksinasi.
Pandu Riono, seorang ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia mengatakan orang Indonesia masih trauma dari varian Delta ketika banyak yang meninggal dalam isolasi di rumah atau saat menunggu untuk menerima perawatan darurat karena rumah sakit kewalahan menampung pasien.
Selama lonjakan tahun lalu, rumah sakit mendirikan tenda plastik (di halaman) sebagai unit perawatan intensif darurat, dan pasien menunggu berhari-hari sebelum dirawat. Tangki oksigen diluncurkan di trotoar bagi mereka yang cukup beruntung untuk menerimanya, sementara yang lain diberitahu bahwa mereka perlu mencari pasokan sendiri.
Namun Pandu Riono mengatakan gelombang ketiga tampaknya tidak mungkin mendorong sistem perawatan kesehatan Indonesia ke ‘jurang kehancuran’ karena Omicron umumnya menyebabkan gejala yang tidak separah Delta.
Presiden Joko Widodo, Jumat lalu mendesak pasien tanpa gejala untuk mengisolasi diri di rumah selama lima hari dan menggunakan layanan telemedicine di mana mereka dapat mengakses dokter, obat-obatan dan vitamin secara gratis, atau mengunjungi pusat kesehatan masyarakat.
“Ini penting agar fasilitas kesehatan kita bisa fokus merawat pasien dengan gejala yang lebih parah atau pasien penyakit lain yang membutuhkan perawatan intensif,” kata Jokowi.
Beberapa pakar kesehatan meragukan langkah-langkah tersebut akan cukup, mengingat lemahnya penegakan hukum. Dicky Budiman, seorang ahli epidemiologi di Griffith University di Australia seperti dilaporkan The Associated Press, mengatakan gelombang infeksi ketiga tidak dapat dihindari selama sebagian besar penduduk Indonesia tetap tidak terlindungi dari Covid-19.
Dicky menyebut, hingga 28 Januari, hanya 61 persen dari 208 juta orang Indonesia yang memenuhi syarat untuk divaksinasi lengkap. Indonesia sejauh ini telah melaporkan lebih dari 4,3 juta infeksi dan 144.268 kematian akibat Covid-19. (BS)