Berandasehat.id – Hati-hati dengan sakit jantung yang tidak terdeteksi. Studi terkini menyebut, lebih dari dua pertiga orang yang memiliki jenis serangan jantung yang tidak disebabkan oleh bekuan darah juga mungkin memiliki penyakit jantung yang tidak terdiagnosis.

Sebuah penelitian kecil dari Skotlandia yang dipublikasikan di jurnal Circulation American Heart Association, berfokus pada orang-orang yang mengalami serangan jantung tipe 2, yang diakibatkan oleh ketegangan yang disebabkan oleh penyakit seperti infeksi atau detak jantung yang cepat yang dapat menurunkan tekanan darah atau oksigen di pembuluh darah jantung.

Ketika peneliti melakukan pencitraan jantung tingkat lanjut, mereka menemukan peserta penelitian juga memiliki kondisi seperti penyempitan arteri atau melemahnya otot jantung yang sering tidak terdiagnosis. Kurang dari sepertiga dari pasien tersebut dirawat karena penyakit jantung.

Ilustrasi serangan jantung (dok. istimewa)

“Ini adalah bukti pertama dari sebuah penelitian yang menunjukkan penyakit arteri jantung yang sudah ada dan kelemahan jantung umum terjadi pada kondisi ini,” kata penulis senior studi tersebut Dr. Andrew Chapman dari BHF Center for Cardiovascular Science di University of Edinburgh di Skotlandia dikutip Healthday.

Pada jenis serangan jantung yang lebih umum dikenal, disebut infark miokard tipe 1, suplai darah ke jantung terganggu, biasanya oleh bekuan darah sehingga menyebabkan otot jantung di daerah itu mati. Infark miokard tipe 2 terjadi ketika otot jantung rusak karena ketegangan akibat tidak mendapatkan cukup oksigen melalui gangguan suplai darah.

Dalam beberapa tahun terakhir, tes darah yang sangat sensitif untuk mendeteksi kadar troponin, protein yang dilepaskan ke dalam darah ketika otot jantung rusak, telah mempermudah diagnosis serangan jantung dengan cepat. 

Hingga setengah dari semua orang dengan peningkatan kadar troponin diyakini pernah mengalami serangan jantung tipe 2. Namun kurang dari sepertiga dari pasien ini dirawat oleh ahli jantung dan kurang dari 20% diperiksa untuk penyakit kardiovaskular yang sudah ada, menurut sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan dalam Circulation: Cardiovascular Quality and Outcomes.

Studi baru melibatkan 93 orang, rata-rata berusia 66 tahun, yang telah didiagnosis dengan serangan jantung tipe 2. Tes pencitraan jantung lanjutan menunjukkan 68% memiliki tanda-tanda penyakit arteri koroner, berupa penumpukan plak di arteri. Di antara mereka, 3 dari 5 tidak terdiagnosis. 

Dan 34% dari kelompok penuh mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri, melemahnya otot jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung atau kematian mendadak. Kondisi ini tidak terdiagnosis pada 84% pasien yang memilikinya. Hanya 10 pasien yang memiliki gambaran jantung normal.

“Gagal mendiagnosis kondisi ini kemungkinan berkontribusi pada tingginya tingkat kematian yang dialami oleh orang-orang dengan serangan jantung tipe 2,” kata Chapman.

“Studi menunjukkan orang-orang ini memiliki hasil jangka panjang yang sangat buruk,” imbuhnya. “Kami tahu 1 dari 6 pasien mengalami serangan jantung tipikal (berikutnya) yang diakibatkan oleh penyumbatan di arteri atau kematian akibat penyakit kardiovaskular dalam setahun, dan hanya sepertiga pasien yang hidup lima tahun kemudian.”

“Salah satu alasan serangan jantung tipe 2 sangat sulit untuk didiagnosis, atau diobati, adalah karena dapat disebabkan oleh begitu banyak penyakit dan kondisi yang berbeda, termasuk aritmia, perdarahan, atau sepsis,” imbuh Dr. Jason Wasfy, ahli jantung di Rumah Sakit Umum Massachusetts dan Profesor di Harvard Medical School di Boston. “Dan karena kondisi ini sangat berbeda, sulit untuk mengatur atau melakukan uji coba yang mengeksplorasi pilihan pengobatan.”

“Perawatan tradisional mungkin efektif pada populasi ini, tetapi itu belum divalidasi,” kata Wasfy, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. “Tidak ada strategi pengobatan tunggal yang telah divalidasi dalam populasi ini. Tidak satu pun. Fakta bahwa ini sangat umum dan sangat mematikan dan tidak ada satu pun uji coba kontrol acak yang menunjukkan kepada kita bagaimana cara mengobati ini adalah kesenjangan besar dalam literatur. “

Wasfy menambahkan, terapi anti-platelet atau antikoagulan, biasanya digunakan dengan stent yang dimasukkan ke dalam arteri untuk meningkatkan aliran darah setelah serangan jantung tipe 1, dapat menjadi masalah bagi orang-orang yang mengalami serangan jantung Tipe 2 karena dapat menyebabkan pendarahan. “Ini bisa memperburuk keadaan, tetapi bahkan kita tidak tahu soal itu,” ujarnya.

Sebelumnya, sebut Chapman, ada kekurangan bukti untuk memandu keputusan untuk penyelidikan atau perawatan. Tetapi temuan baru menunjukkan penyakit jantung yang mendasarinya mungkin umum. “Jadi, hal ini menekankan perlunya melibatkan ahli jantung dalam perawatan pasien,” ujarnya.

“Pasien dengan kondisi ini dirawat di seluruh rumah sakit di bangsal medis, bangsal bedah dan sering kali dalam perawatan kritis,” kata Chapman. “Penyakit utama sering kali bukan jantung, tetapi akibatnya jantung rusak. Acapkali pasien ini dirawat di tempat lain, tetapi ahli jantung dapat terlibat jika ada dugaan penyakit jantung yang mendasarinya/yang sudah ada sebelumnya.” (BS)