Berandasehat.id – Bisakah panjang ruas jari seseorang memberikan petunjuk seberapa parah mereka mereka sakit saat tertular COVID-19? Diketahui secara luas bahwa jari manis yang lebih panjang merupakan penanda tingkat testosteron yang lebih tinggi sebelum lahir, sedangkan jari telunjuk yang lebih panjang merupakan penanda tingkat estrogen yang lebih tinggi.
Umumnya, pria memiliki jari manis yang lebih panjang, sedangkan wanita jari telunjuknya yang lebih panjang.
Penelitian baru yang melibatkan Universitas Swansea sedang memeriksa hubungan antara kadar hormon seks di dalam rahim dan di masa pubertas dan rawat inap COVID.

Kebanyakan orang yang tertular virus hanya mengalami gejala ringan. Tetapi bila menyangkut pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, levelnya bervariasi tergantung pada usia (orang tua yang paling terpengaruh) dan jenis kelamin (laki-laki mengalami tingkat keparahan yang lebih tinggi daripada perempuan).
Hal ini mendorong para ilmuwan untuk meneliti hubungan antara testosteron dan tingkat keparahan COVID-19 lebih dekat lagi. Satu hipotesis mengimplikasikan testosteron tinggi pada kasus COVID parah, tetapi hipotesis lain menghubungkan kadar testosteron yang rendah pada pria lanjut usia dengan prognosis/hasil penyakit yang buruk.
Kini, Profesor John Manning, dari tim peneliti Teknologi Olahraga, Latihan dan Kedokteran Terapan (A-STEM), telah bekerja dengan rekan-rekan dari Universitas Kedokteran Lodz di Polandia dan Rumah Sakit Universitas Karolinska Swedia untuk melihat lebih dekat pada rasio panjang jari (rasio jari ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5) sebagai alat prediksi keparahan gejala COVID-19.
Para peneliti mengamati bahwa pasien dengan jari kelingking pendek ‘feminin’ relatif terhadap jari mereka yang lain cenderung mengalami gejala COVID-19 parah yang mengarah ke rawat inap. Sedangkan pasien dengan tangan kanan-kiri besar, dengan perbedaan rasio 2D:4D dan 3D:5D memiliki kemungkinan rawat inap yang jauh lebih tinggi.
Profesor Manning mengatakan temuan mereka menunjukkan bahwa keparahan COVID-19 terkait dengan testosteron rendah dan kemungkinan estrogen tinggi pada pria dan wanita.
Perbedaan ‘feminitas ‘ dalam rasio jari pada pasien rawat inap mendukung pandangan bahwa individu yang memiliki testosteron rendah dan/atau estrogen tinggi rentan terhadap ekspresi COVID-19 parah. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa kelompok yang paling berisiko adalah pria lanjut usia.
“Ini penting karena jika memungkinkan untuk mengidentifikasi lebih tepat siapa yang cenderung rentan COVID-19 parah, maka akan membantu dalam menargetkan vaksinasi. Perbedaan rasio digit kanan-kiri (terutama 2D:4D dan 3D:5D) dapat membantu dalam kasus ini,” imbuhnya.
Saat ini ada beberapa uji coba obat antiandrogen (testosteron) sebagai pengobatan untuk COVID-19. Namun, sebaliknya, ada juga ketertarikan terhadap testosteron sebagai antivirus untuk melawan COVID-19.
Profesor Manning menambahkan bahwa penelitian itu membantu meningkatkan pemahaman tentang COVID-19 dan dapat membawa kita lebih dekat untuk memperbaiki daftar obat anti-virus, mempersingkat masa rawat di rumah sakit dan mengurangi tingkat kematian.
Profesor Manning mengatakan pekerjaan tim sekarang akan berlanjut. “Sampelnya kecil tetapi pekerjaan yang sedang berlangsung telah meningkatkan sampel. Kami berharap dapat segera melaporkan hasil lebih lanjut,” terangnya.
Studi sebelumnya menyoroti bagaimana panjang jari tangan anak berhubungan dengan tingkat pendapatan ibu dan menunjukkan kerentanan terhadap penyakit yang dimulai sejak dalam kandungan.
Peneliti yang dipimpin oleh Profesor Manning mengungkapkan bahwa ibu berpenghasilan rendah dapat membuat anak-anak mereka menjadi feminin di dalam rahim dengan menyesuaikan hormon, sedangkan ibu berpenghasilan tinggi cenderung mewariskan maskulinisasi kepada anak-anak mereka.
Temuan awal ini telah dipublikasikan di Scientific Reports. (BS)