Berandasehat,id – Pandemi Covid-19 yang berlangsung dua tahun lebih membawa sejumlah perubahan besar, termasuk urusan reproduksi pada remaja. Sejumlah besar kasus pubertas dini di kalangan anak perempuan telah dilaporkan selama pandemi, menurut laporan yang diterbitkan bersama oleh The Washington Post dan The Fuller Project.
Pubertas dini jarang terjadi, mempengaruhi sekitar satu dari setiap 5.000 hingga 10.000 anak, kasus sekitar 10 kali lebih tinggi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Tetapi sejak pandemi dimulai, dokter dan orang tua di seluruh dunia telah mencatat lonjakan substansial dalam pubertas dini.

Dalam beberapa kasus, anak perempuan berusia 5 tahun payudaranya mulai berkembang dan anak perempuan di bawah 8 tahun sudah mulai menstruasi.
“Saya perhatikan bahwa beberapa [pasien perempuan] saya mendapat menstruasi setelah dilakukan penguncian (lockdown akibat pandemi),” tutur Adiaha Spinks-Franklin, MD, dokter anak di Rumah Sakit Anak Texas.
Pubertas dini didefinisikan sebagai perubahan terkait pubertas lebih awal dari yang biasanya/ diharapkan, yang dimulai sekitar usia 8 tahun untuk anak perempuan dan usia 9 tahun untuk anak laki-laki. Pubertas dini kadang-kadang dapat disebabkan oleh sindrom genetik, masalah sistem saraf pusat, atau tumor pada ovarium, kelenjar adrenal, kelenjar pituitari, atau otak.
Dokter anak di seluruh dunia telah melaporkan lebih banyak kasus pubertas sebelum waktunya, termasuk di Amerika Serikat, India, Italia, dan Turki.
Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa lebih dari 300 anak perempuan dirujuk ke lima pusat endokrinologi pediatrik di Italia antara Maret dan September 2020, dibandingkan dengan 140 rujukan selama periode waktu yang sama pada 2019.
Dalam penelitian lain, di Turki, sebuah klinik endokrinologi anak melaporkan 58 kasus selama tahun pertama pandemi, dibandingkan dengan 66 total kasus selama tiga tahun sebelumnya.
Pubertas dini cenderung dikaitkan dengan masalah mental dan fisik lainnya, meskipun dalam banyak kasus, penyebab pastinya tidak dapat ditemukan. Dokter telah mengaitkan peningkatan angka pubertas dini dengan tekanan pandemi dan penguncian, termasuk penurunan aktivitas fisik dan peningkatan konsumsi makanan tidak sehat, yang merupakan hal-hal yang terkait dengan risiko pubertas dini yang lebih tinggi.
“Saya pikir ini berhubungan langsung dengan jumlah stres yang dialami anak-anak,” kata Vaishakhi Rustagi, MD, ahli endokrinologi anak di Delhi, India.
Pada tahun tertentu, Rustagi melihat sekitar 20 pasien dengan pubertas dini. Sejak pertengahan 2020, dia melihat lebih dari 300 gadis dengan kondisi tersebut. Pemindaian pencitraan dan ultrasound belum menemukan tumor, dan penyebabnya sebagian besar tidak dapat diidentifikasi, meskipun Rustagi mengaitkannya dengan stres dan kesedihan. “Anak-anak ini kehilangan anggota keluarga,” katanya.
Pubertas dini diketahui meningkatkan depresi, gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan perilaku antisosial.
Perawatan utama untuk kondisi ini adalah suatu bentuk terapi hormon yang dikenal sebagai terapi analog GnRH, diketahui bekerja dengan sangat baik. Tetapi beberapa pasien dan keluarga mungkin tidak mencari pengobatan karena kurangnya kesadaran atau stigma yang menyertai menstruasi, demikian dikutip dari WebMD. (BS)