Berandasehat.id – Urusan deteksi dini penyakit, terutama kanker, tampaknya masih jauh dari harapan. Studi menyebut hanya 5% perempuan Indonesia yang mengetahui mengenai pemeriksaan dini kanker payudara. Padahal deteksi dini merupakan hal yang penting untuk menemukan kanker ketika masih di stadium awal dan menentukan pengobatan yang tepat pada pasien sehingga peluang sembuhnya tinggi.

Disampaikan spesialis bedah dr. Rika Lesmana SpB, data Globocan 2020 menunjukkan bahwa jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Sementara itu, untuk jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa kasus.

“Deteksi dini kanker payudara dapat meningkatkan prognosis dan mengurangi biaya pengubatan. Contohnya pada pasien dengan kanker payudara yang telah masuk stadium 1 dan 2, sekitar 70% dapat terhindar dari kemoterapi. Karenanya, deteksi dini sangatlah penting,” terang Rika dalam temu media di Brawijaya Hospital – Saharjo Jakarta, Kamis (21/4/2022).

Invenia ABUS 2.0 dari GE Healthcare untuk deteksi dini kanker (dok. istimewa)

Rika menjelaskan, deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu SADARI (periksa payudara sendiri) dan SADANIS (pemeriksaan payudara klinis). “Namun SADARI hanya dapat mendeteksi jika kanker sudah berkembang sehingga menunjukkan gejala yang muncul ke permukaan kulit seperti benjolan,” ujarnya.

Dokter spesialis bedah onkologi Brawijaya Hospital – Saharjo, dr. Bob Andinata, SpB.Onk, menambahkan pada stadium awal, deteksi dini dapat meningkatkan kemungkinan kesembuhan pasien. “Bagi dokter, keakuratan hasil deteksi dini akan membantu menentukan penanganan yang tepat bagi pasien. Dengan cepat tertangani, maka angka kesembuhan pasien akan semakin tinggi,” ujarnya.

Karena itu, meskipun perempuan didorong untuk melakukan SADARI secara teratur, namun hal tersebut
tidak dapat menggantikan metode diagnostik klinis seperti mamografi atau ultrasound.

Kesempatan sama, spesialis radiologi, dr. Semuel Manangka, SpRad(K) RI mengungkap perempuan memiliki tipe jaringan payudara yang berbeda-beda. Sebagain memiliki jaringan dense breast sedangkan lainnya memiliki jaringan fatty breast. “Mamografi dan ultrasound membantu dokter menegakkan diagnosis secara presisi. Ini karena ada data yang menunjukkan mammografi sulit mendeteksi 1 dari 3 kanker payudara pada jaringan dense breasts sehingga kombinasi deteksi akan lebih baik,” terangnya.

Menyadari rendahnya angka deteksi dini, Brawijaya Hospital – Saharjo memperkenalkan perangkat portabel deteksi dini kanker payudara, Invenia ABUS 2.0, yang terpasang di rumah sakit dan juga di bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara.

Penyediaan perangkat portabel untuk deteksi dini ini sejalan dengan Strategi Nasional Penanggulangan Kanker Payudara Indonesia dari Kementerian Kesehatan RI yang mencakup 3 pilar yakni promosi kesehatan, deteksi dini dan tatalaksana kasus.

Secara rinci ketiga pilar tersebut menargetkan 80% perempuan usia 30-50 tahun dideteksi dini kanker payudara, 40% kasus didiagnosis pada stadium 1 dan 2 dan 90 hari untuk mendapatkan pengobatan.

Pemeriksaan dengan perangkat portabel deteksi dini kanker payudara, Invenia ABUS 2.0, menunjukkan peningkatan 35,7% deteksi kanker dibandingkan hanya dengan mammografi, bahkan pada perempuan dengan dense breasts.

Semuel menyebut, jika digunakan bersama dengan mammografi, Invenia ABUS 2.0 dapat mendeteksi lebih dari 37% kanker payudara, bahkan pada perempuan dengan jaringan dense breast.

Invenia ABUS 2.0 memiliki beragam keunggulan seperti memberikan gambaran yang konsisten dengan hasil berkualitas, memiliki gambaran 3D dengan potongan coronal setebal 2mm, full contact dan coverage karena permukaan transduser lebar (15cm), serta bagi pasien, pemeriksaan ini akan lebih nyaman karena bentuk transducer yang mengikuti bentuk payudara (reverse curve transducer).

“Pemeriksaan dini secara klinis dengan ultrasonografi merupakan investasi kesehatan yang berharga untuk setiap perempuan, oleh karenanya ayo deteksi dini jika sudah berusia di atas 30 tahun dan diatas 40 tahun,” tandas Semuel.

Invenia ABUS 2.0 dari GE Healthcare terpasang di Brawijaya Hospital – Saharjo dan tersedia dalam bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara yang dapat berkeliling untuk menjangkau lebih banyak perempuan agar dapat melakukan deteksi dini kanker payudara.

Bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara akan berkeliling di area sekitar Brawijaya Hospital – Saharjo. Masyarakat dapat melakukan reservasi untuk pemeriksaan di bus maupun di rumah sakit dengan menghubungi Halo Brawijaya Hospital 150-160.

Masyarakat juga dapat mengundang bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara untuk mengunjungi lingkungan masyarakat dengan menghubungi Halo Brawijaya Hospital 150-160. (BS)