Berandasehat.id – Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih merupakan tantangan besar dalam dunia kesehatan global, tak terkecuali Indonesia. Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut jumlah penderita hipertensi berusia 30-79 tahun telah bertambah dari 650 juta menjadi 1,28 miliar orang, dalam tiga dekade terakhir.
Ditinjau dari penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi dua, yakni primer/esensial dan sekunder. Hipertensi primer, yakni tekanan darah tinggi yang tidak dipicu oleh penyakit lain, misalnya karena obesitas dan kurang olahraga, serta stres. Sedangkan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain yang sudah ada disebut hipertensi sekunder.

Dikutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (DAI), hipertensi primer sering ditemukan pada remaja, meliputi 85-90% kasus. Hipertensi primer sangat jarang ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya hipertensi primer adalah riwayat hipertensi dalam keluarga dan kegemukan/obesitas.
Tekanan darah yang dianggap normal untuk usia 6 sampai 12 bulan berada di rentang 80/55–100/65 mmHg. Anak yang usianya lebih tua atau balita, umumnya memiliki tekanan darah normal di kisaran 90/55–110/75 mmHg, dan usia anak remaja tekanan darah normal ada pada kisaran 110/65–135/85 mmHg.
Disampaikan Ketua Pokja Hipertensi PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) dr. Badai Bhatara Tiksnadi, MM, Sp.JP (K), FIHA, tekanan darah 130/80 mmHg pada anak-anak dianggap masuk kategori hipertensi.
Gaya hidup kurang gerak, konsumsi makanan tinggi garam juga obesitas bisa berperan pada munculnya hipertensi pada anak. “Hipertensi pada anak jarang ada keluhan, makanya perlu diwaspadai khususnya pada anak gemuk,” terang Badai dalam temu media virtual yang dihelat Omron Healthcare Indonesia, Jumat (20/5/2022).
Badai menambahkan, hipertensi yang terjadi di usia bawah 30 tahun umumnya merupakan hipertensi sekunder, yang terjadi antara lain karena kelainan hormonal, masalah dengan tiroid, kelainan pembuluh darah dan masalah pada ginjal. Penanganan hipertensi jenis ini akan diterapi sesuai dengan penyebabnya.
Kesempatan sama, dokter spesialis jantung dr. Devie Caroline, Sp.JP.FIHA, menambahkan hipertensi pada anak sulit dideteksi karena anak jarang mengeluh dibandingkan orang dewasa, misalnya pusing atau pandangan kabur. “Jadi cara mengetahuinya adalah skrining dengan pemeriksaan tekanan darah menggunakan manset anak-anak, dan diukur dengan benar,” ujarnya.
Umumnya kejadian hipertensi pada anak berkisar 1-2%, bahkan sebuah penelitian di Amerika Serikat terhadap 5100 anak sekolah mendapatkan kejadian hipertensi sebesar 4,5%. Anak dengan hipertensi mempunyai risiko hampir 4 kali lebih besar untuk menderita hipertensi pada masa dewasa dibandingkan anak normal. (BS)