Berandasehat.id – Hipertensi alias tekanan darah tinggi masih menjadi masalah kesehatan yang kerap diabaikan. Padahal ini merupakan ‘silent killer’ karena kerap muncul tanpa gejala. Dalam artian, tak semua penyandang hipertensi tak menyadari bahwa dirinya memiliki kondisi itu.

Selain faktor risiko (jenis kelamin, genetika, usia serta gaya hidup tidak sehat) faktor kesadaran untuk memonitor tekanan darah secara rutin dan kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan membuat kasus hipertensi terus meningkat, bukan hanya di Indonesia saja, namun juga di tingkat global.

Data yang dilansir Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan jumlah penderita hipertensi berusia 30-79 tahun telah bertambah dari 650 juta menjadi 1,28 miliar orang, dalam tiga dekade terakhir. Studi juga mengungkap sebanyak 53% perempuan dan 62% pria dengan hipertensi, atau sekitar 720 juta orang, tidak menerima pengobatan yang dibutuhkan.

Ilustrasi penyandang hipertensi (dok. istimewa)

Bagaimana dengan situasi di Indonesia? Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mendapati bahwa hanya separuh (54%) penderita hipertensi yang rutin minum obat hipertensi. Sebanyak 32,27% mengatakan tidak rutin minum obat dan 13,33% malah mengaku tidak pernah minum obat sama sekali.

Hal itu tentu memprihatinkan mengingat pengendalian tekanan darah serta kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi merupakan kunci optimal untuk mengontrol hipertensi.

Disampaikan spesialis jantung dr. Devie Caroline, Sp.JP., FIHA, kepatuhan minum obat yang kurang optimal merupakan salah satu alasan penyandang hipertensi sulit mengendalikan tekanan darahnya. Dia menyebut, hanya sekitar 50% dari pasien hipertensi yang patuh minum obat. 

Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat. “Beberapa alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita hipertensi merasa sehat, lupa minum obat, penderita memilih obat tradisional dan selain itu takut efek samping obat,” terang Devie dalam webinar WHD 2022 yang dihelat Omron bersama PERKI dan YJI, Jumat (20/5/2022).

Hal senada diungkapkan Ketua Pokja Hipertensi PERKI dr. Badai Bhatara Tiksnadi, MM, Sp.JP (K), FIHA. “Tekanan darah seseorang harus terkontrol dengan target sesuai dengan penyakit penyertanya. Pasien hipertensi sebaiknya tetap meminum obat hipertensi yang disarankan dokter untuk menjaga tekanan darahnya tidak naik,” terangnya. 

Badai menambahkan, juga harus dipastikan bahwa diagnosis hipertensi dilakukan dengan teknik pengukuran yang benar dan akurat. Selain obat-obatan, pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan cara non farmakologis seperti menggunakan alat pengukur tekanan darah digital, pembatasan asupan garam, latihan fisik intensitas sedang yang teratur, dan dengan mencapai berat badan ideal. 

“Pemantauan tekanan darah secara teratur di rumah merupakan cara yang efektif untuk mendeteksi dan mengelola hipertensi untuk mencegah berbagai macam komplikasi kesehatan yang berbahaya, seperti penyakit jantung, stroke, dan bahkan kematian,” tutur Badai.

Kesempatan sama, Direktur Omron Healthcare Indonesia Tomoaki Watanabe menekankan pihaknya  berkomitmen untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat pemantauan tekanan darah secara rutin di rumah. “Kami juga ingin mengingatkan bahwa monitoring tekanan darah harus diikuti dengan perubahan gaya hidup dan tindakan pengobatan untuk memastikan pengelolaan hipertensi dalam batas normal,” ujarnya. 

Hal ini sejalan dengan misi Omron untuk menciptakan dunia yang bebas dari penyakit kardiovaskular (Going fo ZERO – melalui perawatan preventif) dengan membiasakan pemantauan tekanan darah secara teratur, mengontrol hipertensi secara aktif dan melakukan langkah-langkah menuju perubahan perilaku untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko serangan jantung.

Tiga inisiatif Omron untuk mewujudkan visi ‘zero event’ adalah terus berkontribusi dalam pengendalian hipertensi dengan merancang perangkat-perangkat inovatif, ditandai dengan adanya lebih dari 50 paten teknologi. Kemudian evolusi pengobatan penyakit kronis melalui percepatan layanan Remote Patient Monitoring (RPM), serta mengembangkan teknologi kecerdasan buatan untuk menganalisis data-data vital tubuh di rumah demi mendukung diagnosis dan perawatan pasien hipertensi. (BS)