Berandasehat.id – Tuberkulosis alias TB masih menjadi masalah serius terutama karena kuman penyebab TB resisten alias tidak mempan terhadap pengobatan. Namun ada kabar baik. Tujuh dari 10 wanita hamil berhasil sembuh dari tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai obat dan melahirkan bayi yang sehat setelah minum obat yang sebelumnya dianggap tidak aman dalam kehamilan, demikian temuan penting sebuah studi Curtin and Telethon Kids Institute.

Diterbitkan di JAMA Network Open, studi ini meneliti pengalaman 275 wanita hamil dengan TB yang resisten terhadap berbagai obat yang tersedia di Afrika Selatan, Peru, Brazil, Iran, dan Uganda.

Peneliti utama Dr. Kefyalew Alene, dari Curtin School of Population Health & Telethon Kids Institute mengatakan riset tersebut telah menemukan obat yang digunakan untuk mengobati tuberkulosis yang resisten terhadap banyak obat. Obat ini, yakni Linezolid, dikaitkan dengan hasil kehamilan yang baik dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.

ilustrasi kehamilan (dok. istimewa)

“Ini adalah tinjauan komprehensif pertama dari hasil pengobatan untuk TB yang resisten terhadap berbagai obat pada wanita hamil, yang tetap menjadi salah satu kelompok paling rentan di antara setengah juta orang yang hidup dengan penyakit ini (TB) secara global,” kata Dr. Alene.

“Saya terkejut menemukan bahwa sebanyak 73,2% ibu hamil dengan TB yang resisten terhadap berbagai obat melahirkan bayi yang sehat dan pengobatannya berhasil pada 72,5% ibu tersebut, artinya mereka sembuh dari penyakitnya atau telah menyelesaikan pengobatannya dan dinyatakan berhasil.”

Dr. Alene mengatakan penelitian tersebut menjawab masalah global yang menantang tentang kapan harus merawat pasien hamil yang hidup dengan tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai obat.

“Obat TB lini kedua yang digunakan untuk pengobatan TB yang resisten terhadap banyak obat dianggap beracun bagi janin dan penelitian sebelumnya menyarankan untuk menunggu pengobatan diberikan sampai setelah kelahiran,” kata Dr. Alene.

“Tuberkulosis dapat memiliki dampak yang lebih merusak pada ibu dan bayi daripada efek samping obat. Jika tuberkulosis yang resisten terhadap banyak obat tidak segera diatasi, maka dapat mengakibatkan risiko penyakit ibu dan kematian ibu dan janin,” imbuhnya.

“Penelitian ini menunjukkan bahwa kita perlu memulai pengobatan sesegera mungkin selama kehamilan. Namun, penelitian lebih lanjut tentang penggunaan Linezolid pada kehamilan diperlukan karena penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko gangguan pencernaan, ototoxicity, dan gangguan kejiwaan,” lanjut Dr. Alene.

Ada efek samping hasil kehamilan yang merugikan termasuk kelahiran prematur, keguguran, berat badan lahir rendah, dan lahir mati tidak disebabkan oleh obat, tetapi penyakit itu sendiri. Peneliti menyimpulkan bahwa jika obat Linezolid tidak diminum, hasilnya akan lebih buruk, demikian laporan MedicalXpress. (BS)