Berandasehat.id – Sampel air liur dapat segera menjadi kunci untuk memprediksi tingkat keparahan kasus COVID-19 pada orang yang terinfeksi virus, memungkinkan rumah sakit untuk melakukan triase pasien secara efektif, demikian menurut penelitian baru dari University of Surrey.
Tim peneliti menemukan bahwa asam amino dalam air liur dapat membantu profesional perawatan kesehatan memisahkan pasien yang menderita bentuk parah COVID-19 dari mereka yang memiliki kasus yang lebih ringan. Untuk diketahui, tes yang saat ini digunakan untuk COVID tidak dapat memprediksi tingkat keparahan.
Profesor Melanie Bailey, salah satu penulis studi dari University of Surrey mengatakan bahwa tidak mungkin kita akan sepenuhnya memberantas penyakit mengerikan ini dari kehidupan, jadi tetap penting untuk mengembangkan alat dan proses untuk mendeteksi COVID-19 dengan lebih baik. “Dan mudah-mudahan dapat memprediksi bagaimana hal itu akan berdampak berbeda pada pasien yang berbeda,” ujarnya.
“Studi eksperimental kami telah menemukan bahwa metode non-invasif hanya dengan mengumpulkan air liur seseorang dapat secara akurat menentukan apakah seseorang akan mengembangkan kasus COVID-19 yang parah, berpotensi mendukung prioritas intervensi medis cepat di masa depan,” ujar Profesor Melanie Bailey.

Studi itu mengumpulkan sampel air liur dari 75 orang di rumah sakit. Sementara semua peserta direkrut dengan setidaknya kecurigaan memiliki COVID-19, hanya 47 dari mereka yang menunjukkan tes PCR positif penyakit yang menjadi wabah itu.
Dari peserta positif, 10 diklasifikasikan sebagai menunjukkan COVID-19 dengan tingkat keparahan tinggi, 34 diklasifikasikan sebagai COVID-19 dengan tingkat keparahan rendah, dan tiga tidak memiliki informasi klinis yang cukup untuk penilaian tingkat keparahan.
Tim menemukan bahwa asam amino paling banyak berubah ketika melihat perbedaan sampel air liur antara pasien dengan tingkat keparahan COVID-19 rendah dan tinggi. Ini membuat metabolit menjadi kandidat yang menjanjikan untuk tes di masa depan yang dapat membantu mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perawatan paling mendesak.
Cecile Frampas, salah satu pemimpin penelitian dari University of Surrey mengatakan bahwa mereka sangat terkejut bahwa air liur bisa sangat informatif. “Cara non-invasif untuk menentukan pasien mana yang membutuhkan perawatan bisa sangat berguna dalam pengaturan perawatan kesehatan di masa depan,” tuturnya.
Menyelidiki pengujian non-invasif untuk COVID-19 adalah fokus utama tim di University of Surrey. Mereka sebelumnya telah menerbitkan karya tentang kemungkinan menggunakan sampel swab untuk mengumpulkan sebum, yakni zat berminyak yang diproduksi oleh kelenjar sebaceous tubuh untuk menentukan apakah seseorang mengidap COVID-19.
Makalah studi ini telah diterbitkan di PLOS ONE. (BS)