Berandasehat.id – Penderita pradiabetes memiliki risiko lebih besar menjadi diabetes dibandingkan dengan orang tanpa kondisi itu. Bahkan pradiabetes berisiko menimbulkan komplikasi kardiovaskular bila tidak ditangani dengan baik.

Disampaikan Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp. PD-KEMD., pradiabetes merupakan kondisi di mana kadar gula darah yang lebih tinggi dari nilai normal, tetapi belum menyentuh kriteria untuk didiagnosis sebagai diabetes. “Penderita pradiabetes memiliki risiko lebih besar menjadi diabetes dibandingkan dengan orang tanpa pradiabetes,” ujarnya.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes itu menambahkan, sayangnya tidak banyak orang yang menyadari kondisi pradiabetes karena memang gejalanya yang minim sampai kemudian berkembang menjadi diabetes dan menimbulkan komplikasi.

Tanpa upaya pencegahan yang tepat, perkembangan pradiabetes menjadi diabetes tipe 2 bisa terjadi lebih cepat. Data menunjukkan bahwa tujuh dari sepuluh pasien pradiabetes yang tidak diberikan intervensi akan berkembang ke diabetes. “Tidak perlu menunggu jadi diabetes, kondisi pradiabetes sendiri sudah berisiko menimbulkan komplikasi kardiovaskular bila tidak ditangani dengan baik,” kata Prof Pradana.

Dia menambahkan, walaupun telah terdiagnosis prediabetes, komplikasi kardiovaskular serta perkembangan menjadi diabetes dapat dicegah dengan penanganan yang baik, salah satunya dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. “Risiko terkena diabetes tipe-2 dapat dikurangi hingga 58% dengan perubahan gaya hidup, seperti pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, dan menurunkan berat badan,” tutur Prof Pradana.

Karenanya. semakin cepat menyadari risiko dan melakukan identifikasi pradiabetes, semakin cepat kita bisa melakukan perubahan untuk lebih sehat dan terhindar dari risiko diabetes dan komplikasi kardiovaskular.

“Intervensi awal yang dapat dilakukan jika terdiagnosis pradiabetes risiko ringan adalah mengubah gaya hidup, seperti rutin berolahraga setidaknya 150 menit seminggu atau 30 menit setiap hari selama 5 hari dalam seminggu, misalnya berjalan kaki, naik sepeda, atau berenang,” saran Prof Pradana.

Usaha lainnya dalam mengobati pradiabetes adalah berusaha mengubah pola makan dengan diet yang bergizi seimbang dan mengelola stres. Namun, pada orang dengan

prediabetes dan risiko tinggi, jika setelah 3 hingga 6 bulan melakukan intervensi gaya hidup dan/atau memperbaiki toleransi glukosa belum berhasil untuk mencapai penurunan berat badan yang diinginkan, maka bisa dikombinasikan dengan intervensi farmakoterapi atau pemberian obat seperti dengan kandungan zat aktif metformin layak dipertimbangkan sebagai terapi obat lini pertama dalam strategi pencegahan prediabetes dan diabetes.

Prof Pradana menjelaskan, studi penting oleh Kelompok Penelitian Program Pencegahan Diabetes (DPP) juga telah menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup dan intervensi medis dapat mengurangi kejadian diabetes pada orang yang berisiko tinggi penyakit ini 11 dan manfaat ini telah dikonfirmasi dalam studi jangka panjang selama 10 tahun dan 15 tahun.

Kesempatan sama, Presiden Direktur PT Merck Tbk Evie Yulin, menyampaikan dengan pengalaman lebih dari 60 tahun dalam area pengobatan diabetes, Merck terus mengawasi perkembangan ilmiah dan klinis metformin dengan fokus utama membawa perubahan positif bagi pasien diabetes di masa depan.

“Merck memahami bahwa tidak sedikit masyarakat yang belum menyadari bahwa dirinya memiliki risiko pradiabetes dan diabetes, serta tidak mengetahui bagaimana cara deteksinya. Melihat pentingnya deteksi dini sebagai upaya pencegahan, Merck menyediakan platform penilaian risiko pradiabetes secara online melalui www.cekprediabetes.com,” ujarnya.

Aplikasi itu berhasil menjangkau pasien dengan risiko tinggi dan lebih dari 174 ribu orang telah melakukan penilaian risiko pradiabetes.

Evie Yulin menambahkan, selain memberikan produk pengobatan yang berkualitas kepada pasien dan masyarakat, Merck juga memperhatikan status kesehatan karyawan terutama terkait penyakit pradiabetes dan diabetes. “Hal ini penting mengingat terdapat risiko diabetes di lingkungan kerja karena kurangnya tingkat aktivitas fisik dan durasi duduk yang lama serta pola makan yang kurang sehat,” terangnya.

Untuk itu, dalam rangka Hari Diabetes Sedunia 2022, Merck telah bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, salah satunya dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk melakukan edukasi yang dapat mendorong perubahan gaya hidup bagi para karyawan untuk memitigasi risiko diabetes. (BS)

Advertisement