Berandasehat.id – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyampaikan imunisasi campak telah turun secara signifikan sejak pandemi virus corona dimulai, menghasilkan rekor tertinggi hampir 40 juta anak yang kehilangan dosis vaksin tahun lalu.

Dalam laporan yang dikeluarkan Rabu (23/11/2022), WHO dan CDC mengatakan jutaan anak kini rentan terhadap campak, salah satu penyakit paling menular di dunia. Pada tahun 2021, para pejabat mengatakan ada sekitar 9 juta infeksi campak dan 128.000 kematian di seluruh dunia.

WHO dan CDC mengatakan penurunan vaksinasi yang terus berlanjut, pengawasan penyakit yang lemah dan rencana tanggapan yang tertunda karena COVID-19 (selain wabah yang sedang berlangsung di lebih dari 20 negara), memiliki arti bahwa campak adalah ancaman yang akan segera terjadi di setiap wilayah di dunia.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa setidaknya 95% populasi perlu diimunisasi untuk melindungi diri dari epidemi. WHO dan CDC melaporkan bahwa hanya sekitar 81% anak-anak menerima dosis pertama vaksin campak sementara 71% mendapatkan dosis kedua, menandai tingkat cakupan global terendah dari dosis pertama campak sejak 2008.

“Jumlah rekor anak-anak yang kurang diimunisasi dan rentan terhadap campak menunjukkan kerusakan besar yang dialami sistem imunisasi selama pandemi COVID-19,” kata Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky.

Campak sebagian besar menyebar melalui kontak langsung atau di udara dan menyebabkan gejala termasuk demam, nyeri otot dan ruam kulit pada wajah dan leher bagian atas. Sebagian besar kematian terkait campak disebabkan oleh komplikasi termasuk pembengkakan otak dan dehidrasi. 

WHO mengatakan komplikasi serius paling serius terjadi pada anak di bawah lima tahun dan orang dewasa di atas 30 tahun.

Lebih dari 95% kematian akibat campak terjadi di negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak, tetapi vaksin dua dosis untuk melawannya sekitar 97% efektif dalam mencegah penyakit parah dan kematian.

Pada Juli silam, PBB mengatakan 25 juta anak telah melewatkan imunisasi rutin terhadap penyakit termasuk difteri, terutama karena virus corona mengganggu layanan kesehatan rutin atau memicu informasi yang salah tentang vaksin. (BS)

Advertisement