Berandasehat.id – Para peneliti dari School of Public Health, LKS Fakultas Kedokteran Universitas Hong Kong (HKUMed), bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran (CU Medicine) The Chinese University of Hong Kong (CUHK), memastikan merokok, obesitas, dan penurunan berat badan, posisi sosial ekonomi kemungkinan meningkatkan risiko tertular COVID-19 ringan hingga parah. Studi itu menggunakan data dari studi asosiasi genom skala besar.
Paparan lain yang dianggap terkait dengan risiko COVID-19, seperti sifat glikemik, diabetes tipe 2, dan vitamin D, kemungkinan besar tidak terkait. Para peneliti juga menemukan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2), reseptor kunci SARS-CoV-2, memediasi sebagian dari efek merugikan dari obesitas dan posisi sosial ekonomi, demikian menurut studi yang telah dipublikasikan di Journal of Medical Virology.
Studi epidemiologi menunjukkan berbagai faktor yang terkait dengan peningkatan risiko COVID-19, seperti diabetes tipe 2, meskipun temuan paradoks juga telah dilaporkan, seperti hubungan terbalik antara merokok dengan keparahan COVID-19.
Namun, asosiasi ini mungkin tidak bersifat kausal (sebab akibat) karena keterbatasan dalam studi observasional. Menggunakan desain yang lebih baik untuk memahami faktor penentu risiko COVID-19 akan sangat penting untuk menyusun langkah-langkah mitigasi yang efektif guna mengurangi risiko COVID-19 dalam populasi.
Dalam hal ini, tim peneliti melakukan penilaian komprehensif terhadap peran berbagai faktor risiko (vitamin D, sifat glikemik, tekanan darah, merokok, obesitas, dan posisi sosial ekonomi) dalam berbagai tingkat keparahan risiko COVID-19 menggunakan metode yang disebut pengacakan Mendel. Karena varian genetik digunakan, pendekatan ini mungkin menghindari beberapa keterbatasan studi epidemiologi observasional konvensional. Tim peneliti juga menyelidiki apakah ACE2 memediasi salah satu dari efek merugikan ini.

Menggunakan pengacakan Mendel, peneliti mengekstraksi varian genetik yang terkait dengan berbagai faktor risiko yang dijelaskan di atas (N<=3.037.499), dan menilai hubungannya dengan risiko COVID-19 menggunakan data ringkasan genetik besar dari studi asosiasi genome (N<=2.942.817).
Penggunaan set data yang besar juga membantu menilai apakah temuan negatif sebelumnya pada faktor risiko yang dilaporkan dalam studi pengacakan Mendel yang lebih kecil, seperti diabetes tipe 2 dan vitamin D4, disebabkan oleh ukuran sampel yang kecil.
Tim peneliti menemukan bahwa merokok, obesitas, dan posisi sosial ekonomi yang lebih rendah kemungkinan meningkatkan risiko COVID-19.
Misalnya, satu standar deviasi (SD) peningkatan indeks massa tubuh (BMI) kemungkinan meningkatkan risiko COVID-19 parah sebesar 81%; meningkatkan risiko rawat inap akibat COVID-19 sebesar 55%; serta meningkatkan risiko tertular COVID-19 sebesar 18%.
Gradasi sosial yang kuat juga ditemukan pada risiko COVID-19, dimana posisi sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung memiliki risiko lebih tinggi terhadap semua bentuk COVID-19. Temuan sebelumnya tentang bahaya yang terkait dengan merokok juga dikonfirmasi.
“Dengan menggunakan desain yang tidak terlalu bias, penelitian kami menegaskan pentingnya merokok dan obesitas dalam meningkatkan risiko tertular segala bentuk COVID-19,” ujar Dr. Ryan Au Yeung Shiu-lun, Asisten Profesor, Divisi Epidemiologi dan Biostatistik Sekolah Kesehatan Masyarakat, HKUMed.
Dia menambahkan, studi itu juga menunjukkan bahwa penargetan ACE2 dapat menjadi cara untuk mengurangi risiko COVID-19 di antara mereka yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan, atau posisi sosial ekonomi rendah, dan dapat membantu menginformasikan pengembangan obat yang sesuai,.
“SARS-CoV-2 memasuki sel inang melalui ACE2. Baru-baru ini, berbagai pendekatan terapi telah dikembangkan untuk pasien COVID-19 dengan penggunaan obat modulasi ACE2 untuk secara efektif mengontrol masuknya virus. Temuan kami akan meningkatkan penelitian ke beberapa target terapi untuk pengobatan COVID-19,” kata Profesor Kwok Kin-on, Asisten Profesor, Jockey Club School of Public Health and Primary Care, CU Medicine.
Ini adalah salah satu studi terbesar guna mengeksplorasi peran berbagai faktor risiko dalam berbagai tingkat keparahan COVID-19 menggunakan pengacakan Mendel. Studi menegaskan kembali relevansi obesitas dan merokok, yang merupakan faktor kunci yang berkontribusi terhadap beban penyakit, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Strata sosial yang kuat terkait dengan risiko COVID-19 menyoroti dengan jelas ketidaksetaraan yang tertanam dalam masyarakat yang perlu segera diatasi, dan kemungkinan juga relevan dengan penyakit lain,” tambah Dr. Au Yeung.
“Dapat dimengerti bahwa perokok dan orang yang memiliki BMI tinggi mungkin mengalami kesulitan untuk berhenti merokok atau segera menurunkan berat badan untuk mengurangi risiko COVID-19 mereka. Oleh karena itu, kelompok berisiko tinggi ini sangat dianjurkan untuk menerima dosis penguat COVID-19 vaksin sesegera mungkin untuk mengurangi hasil COVID-19 yang parah,” imbuh Au Yeung.
“Studi ini menyoroti pentingnya genomik dan analitik data besar dalam memahami penyebab penyakit. Secara khusus, ini merupakan contoh untuk meningkatkan pemahaman tentang interaksi antara penyakit menular dan penyakit tidak menular,” kata Profesor Kwok dikutip laman MedicalXpress. (BS)