Berandasehat.id – Diabetes melitus kerap disebut sebagai ‘ibu segala macam penyakit’ karena dampaknya meluas di hampir semua organ tubuh, termasuk dalam hal ini terkait penglihatan. Diketahui, Diabetic Macular Edema (DME) menjadi penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien diabetes melitus (DM).
DME merupakan penebalan retina yang melibatkan atau mendekati bagian pusat makula; terjadi karena akumulasi cairan eksudat (campuran serum dan sel yang keluar dari pembuluh darah ke ruang di sekitarnya akibat kebocoran pembuluh darah atau peningkatan permeabilitas pembuluh darah) yang terbentuk akibat kerusakan pada blood-retinal barrier pada lapisan endotel pembuluh kapiler retina. Kondisi itu disebabkan oleh hipoksia (penurunan kadar oksigen dalam jaringan tubuh).
Disampaikan DR. Dr. Soefiandi Soedarman, SpM(K), subspesialis Vitreoretina JEC Eye Hospitals and Clinics, mengingat makula berperan penting dalam penglihatan sentral, penglihatan warna, serta penglihatan detail, penderita DME sangat berisiko mengalami penurunan penglihatan, bahkan sampai kebutaan.
“Deteksi dini dan penanganan tepat menjadi tahapan yang sangat penting dilakukan untuk mencegah progresivitas DME pada penyandang diabetes,” terang Direktur Medik JEC @ Menteng.
Dia menambahkan, DME juga merujuk pada komplikasi dari kondisi retinopati diabetik (Diabetic Retinopathy/DR) yang dipicu oleh kadar gula tinggi pada pasien diabetes sehingga mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah retina mata, terutama di jaringan-jaringan yang sensitif terhadap cahaya.
Namun, munculnya DME dinilai terpisah dari tahapan retinopati (tingkatan kerusakan pada retina). “DME dapat ditemukan pada mata dengan retinopati di tahapan manapun, dan progress-nya berlangsung secara terpisah,” ujar Subspesialis Vitreoretina JEC Eye Hospitals and Clinics.

Ilustrasi pemeriksaan mata (dok. ist)
Pada tahap awal, sebut Soefiandi, umumnya pasien belum merasakan gejala klinis DME. Adapun penanganan utama DME pada pasien diabetes dilakukan dengan pengendalian glikemia, lipid dan fungsi renal. “Pasien dengan gula darah terkontrol juga perlu untuk mengontrol lipid dengan baik,” ujarnya.
Peningkatan kadar lipid dalam darah bisa menjadi faktor risiko yang meningkatkan potensi DME. Sayangnya, beberapa studi memperlihatkan hasil yang inkonsisten antara profil lipid dengan progresivitas DR, termasuk terkait DME. “Perlu penanda lain yang lebih akurat. Apolipoprotein mulai dilihat sebagai biomarker yang lebih kuat,” lanjut Soefiandi.
Untuk diketahui, prevalensi global DME diperkirakan mencapai 6,8 persen. Pada penyandang DM tipe 2, prevalensi DME meningkat dari 3 persen (setelah 5 tahun terdiagnosis DM) menjadi 28 persen – dalam kurun setelah 20 tahun terdiagnosis DM.
Menurut Soefiandi, di JEC Eye Hospitals and Clinics, di seluruh 13 cabangnya, selama tiga tahun terakhir (2019-2022) telah menangani sekitar 10.000 pasien yang terdiagnosis DME.
Berangkat dari situasi tersebut, DR. Dr. Soefiandi Soedarman, SpM(K), melakukan penelitian mengenai perlunya parameter lain dalam menentukan progresivitas dan langkah penanganan DME – yang tertuang dalam disertasi “Hubungan Kadar Serum Apolipoprotein A1, Apolipoprotein B Dengan Tingkat Keparahan, Progresivitas, dan Respon Terapi Diabetic Macular Edema Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar serum apolipoprotein A1, apolipoprotein B, dan rasio apolipoprotein B/A1 dengan progresivitas dan keberhasilan tatalaksana DME dalam kurun waktu enam bulan.
Melibatkan 53 pasien DR, penelitian mendapatkan hasil bahwa apolipoprotein A1 yang rendah, apolipoprotein B yang tinggi, dan rasio apolipoprotein B/A1 yang tinggi dapat berfungsi sebagai penanda prediktor progresivitas DME yang lebih akurat dibandingkan dengan parameter profil lipid. Apolipoprotein A1 secara khusus berkaitan dengan manifestasi klinis progresivitas DME.
Pemaparan hasil penelitian dilakukan pada Ujian Terbuka, Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berlangsung 20 Maret 2023, mengantarkan DR. Dr. Soefiandi Soedarman, SpM(K) meraih gelar doktor. (BS)