Berandasehat.id – Pandemi COVID-19 mungkin telah mereda namun penyakit ini terus menimbulkan malapetaka. Orang yang terpapar COVID-19 memiliki peluang lebih tinggi untuk mengembangkan masalah otak seperti stroke, sakit kepala migrain, dan depresi selama setahun setelah terinfeksi dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di Nature Medicine, baru-baru ini.
Kondisi neurologis terjadi pada 7% lebih banyak orang terpapar COVID dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi, menurut data penelitian tersebut.
Itu terjadi pada sekitar 6,6 juta orang di Amerika Serikat yang memiliki masalah otak karena virus, menurut rilis berita tentang studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington.
“Hasilnya menunjukkan efek jangka panjang yang menghancurkan dari COVID-19. Ini adalah bagian tak terpisahkan dari Long COVID. Virus ini tidak selalu jinak seperti yang dipikirkan beberapa orang,” terang penulis senior Ziyad Al-Aly, MD, seorang ahli epidemiologi klinis di Universitas Washington dalam keterangannya.

Para peneliti memeriksa catatan kesehatan untuk 154.000 veteran AS yang dites positif COVID dari 1 Maret 2020 hingga 15 Januari 2021. Informasi itu dibandingkan dengan catatan kesehatan untuk 5,6 juta orang yang tidak memiliki COVID selama periode itu dan 5,8 juta orang sebelum COVID tiba di AS
Al-Aly mengatakan tim mengamati 44 gangguan otak, termasuk kabut otak/brain fog dan kecemasan, di antara pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dan dirawat di rumah sakit.
Dia mencatat bahwa sebagian besar penelitian sebelumnya tentang COVID jangka panjang berfokus pada pasien yang dirawat di rumah sakit saja.
“Kami melihat masalah otak pada individu yang sebelumnya sehat dan mereka yang memiliki infeksi ringan,” katanya. “Tidak masalah apakah orang itu muda atau tua, perempuan atau laki-laki, atau apa rasnya. Tidak masalah apakah orang itu merokok atau tidak, atau apakah dia memiliki kebiasaan atau kondisi tidak sehat lainnya.”
Beberapa orang dalam penelitian ini divaksinasi terhadap COVID karena vaksin tidak diperkenalkan ke AS hingga Desember 2020. Rilis berita mengatakan penelitian sebelumnya yang dipimpin oleh Al-Aly menemukan bahwa vaksin COVID mengurangi risiko masalah otak jangka panjang sekitar 20 persen, demikian dilaporkan laman WebMD. (BS)