Berandasehat.id – Katarak (kekeruhan lensa mata) merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dan Indonesia. Data Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) menyebut 8 juta orang di Indonesia mengalami gangguan penglihatan, dengan 81,2 persen di antaranya disebabkan oleh katarak.  

Disampaikan Spesialis Mata Kornea, Katarak dan Bedah Refraktif JEC, Dr. dr. Johan A. Hutauruk, SpM (K), operasi katarak menjadi pilihan utama untuk memulihkan penglihatan. Peduli dengan situasi itu, Dr Johan menggagas penelitian secara mendalam guna memahami perbedaan kualitas penglihatan antara pasien pseudofakia usia lanjut dengan pasien dewasa muda normal alias yang belum melakukan tindakan operasi katarak. 

Untuk penelitian ini, kelompok pasien dewasa muda dijadikan pembanding (kelompok kontrol) lantaran dianggap berada pada fase usia dengan kualitas penglihatan terbaik. Kedua kelompok memiliki mata dengan indeks visus 6/6 (standar penglihatan yang setara 100 persen, berdasarkan pemeriksaan menggunakan Snellen Chart).

Meskipun penglihatan sangat baik, kedua kelompok diminta mengisi kuesioner adanya gangguan penglihatan seperti sering silau, berkabut, melihat lingkaran pada lampu (haloes), dan juga dilakukan serangkaian pemeriksaan dengan alat diagnostic yang canggih untuk mengukur lebar pupil, kelengkungan kornea dan adanya aberasi penglihatan.

Pemeriksaan objektif, seperti Snellen Chart, tidak bisa mendeteksi adanya gangguan penglihatan yang dikeluhkan pasien tersebut. Karenanya, penelitian ini tidak berhenti pada perbedaan kualitas penglihatan antara kedua kelompok, tetapi juga mengetahui pengaruh  komponen optikal.

Salah satu temuan penelitian memperlihatkan nilai lapisan air mata dengan pengukuran NIKBUT (Non Invasive Keratograph Break-up Time) sebesar  9,93 detik – dan dianggap sebagai nilai kritis, dimana pasien mengalami keluhan gangguan penglihatan secara subjektif dan dibuktikan dengan wavefront analyzer terjadinya peningkatan aberasi optikal (higher order aberration) padahal tidak ada keluhan mata kering. 

Penelitian Dr Johan memberikan pencerahan di bidang kesehatan mata; bahwa pasien pasca-operasi katarak dengan NIKBUT di bawah 9,93 detik berpotensi mengalami keluhan gangguan secara subjektif, meskipun tidak mengalami mata kering. 

Nilai ini bisa digunakan sebagai acuan prediksi bagi pasien pseudofakia untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gangguan penglihatan, misalnya dengan memberikan tetes air mata buatan. “Artinya, pengecekan pasca-operasi secara berkelanjutan sangat krusial untuk mengantisipasi kualitas penglihatan yang menurun,” ujar Dr. Johan.

Penelitian yang tertuang dalam disertasi “Kontribusi Komponen Optikal Bola Mata terhadap Aberasi Derajat Tinggi dan Kualitas Penglihatan Pasien Pseudofakia Usia Lanjut Dibandingkan dengan Pasien Usia Muda Normal” mengantarkan Dr Johan meraih gelar Doktor dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (BS)

Advertisement