Berandasehat.id – Infeksi COVID-19 dapat memicu beberapa virus yang sebelumnya berhasil dilumpuhkan menjadi aktif kembali di dalam tubuh, yang menyebabkan gejala seperti sindrom kelelahan kronis, demikian ungkap sebuah studi baru. Peneliti mengatakan hal itu dapat terjadi bahkan setelah kasus COVID yang ringan atau tanpa gejala, menurut studi yang diterbitkan di Frontiers in Immunology.

Gejala COVID panjang dan sindrom kelelahan kronis (CFS) sama, termasuk pusing, detak jantung yang cepat, dan kelelahan.

Para peneliti ingin melihat apakah COVID mengarah pada represi sistem kekebalan, sehingga memungkinkan virus laten untuk bersirkulasi lagi. Virus tersebut akan dikaitkan dengan gejala yang umum terjadi pada sindrom kelelahan kronis dan long COVID.

“Peneliti menemukan virus herpes beredar pada pasien yang tidak divaksinasi yang pernah mengalami COVID. Pada pasien dengan sindrom kelelahan kronis, respons antibodi lebih kuat, menandakan sistem kekebalan sedang berjuang untuk melawan virus yang masih ada,” lapor Fortune.

“Patogen non-COVID semacam itu disebut sebagai kemungkinan penyebab di balik sindrom kelelahan kronis, juga dikenal sebagai myalgic encephalomyelitis,” terang peneliti.

Penulis penelitian menulis bahwa antibodi anti-SARS-CoV-2 dianalisis dalam plasma dan air liur dari orang yang tidak divaksinasi dengan CFS dan dari subyek sehat.

Peneliti mendeteksi reaktivasi virus melalui sidik jari antibodi anti-virus dalam air liur.

Infeksi SARS-CoV-2 bahkan dalam bentuk ringan/asimptomatiknya merupakan pemicu kuat untuk reaktivasi virus laten. 

Peneliti mencatat, hal itu belum pernah ditunjukkan sebelumnya karena peningkatan antibodi tidak terdeteksi secara sistemik dalam sirkulasi/plasma.

“Hasil kami menyoroti bahwa pilihan pengobatan diarahkan untuk meningkatkan tanggapan kekebalan antivirus, dapat bermanfaat bagi pasien dengan (CFS) dengan menyesuaikan keseimbangan yang baik antara reaktivasi virus laten dan tanggapan kekebalan yang sesuai,” simpul peneliti dilaporkan WebMD. (BS)

Advertisement