Berandasehat.id – Orang yang mengalami kecemasan dan depresi berbulan-bulan setelah kasus ringan COVID-19 mungkin mengalami perubahan yang mempengaruhi struktur dan fungsi otak mereka.

“Masih banyak yang harus dipelajari tentang long COVID, yang mencakup berbagai masalah kesehatan, termasuk kecemasan dan depresi, berbulan-bulan setelah infeksi,” kata Dr. Clarissa Yasuda dari University of Campinas di São Paulo, Brazil dikutip laman Healthday.

“Temuan kami memprihatinkan, karena bahkan orang dengan kasus COVID-19 ringan pun menunjukkan perubahan di otak mereka beberapa bulan kemudian. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengidentifikasi perawatan untuk mencegah efek jangka panjang pada kualitas hidup masyarakat,” imbuhnya.

Untuk memahami hal ini, para peneliti mempelajari 254 orang yang mengalami infeksi COVID-19 ringan. Rata-rata, pasien berusia 41 tahun dan mengidap COVID-19 tiga bulan sebelumnya.

Setiap peserta menyelesaikan tes gejala kecemasan atau depresi dan menjalani pemindaian otak. Secara keseluruhan, 102 orang memiliki gejala kecemasan dan depresi dan 152 orang tidak memilikinya, demikian temuan para peneliti.

Para peneliti kemudian mencari bukti penyusutan materi abu-abu otak. Pemindaian dibandingkan dengan 148 orang yang tidak memiliki COVID-19. Mereka yang mengidap COVID-19 dan mengalami kecemasan dan depresi mengalami penyusutan di area limbik otak, yang terlibat dalam memori dan pemrosesan emosional. Sedangkan mmereka yang tidak memiliki gejala kecemasan dan depresi setelah COVID-19 tidak mengalami penyusutan otak, kata penulis penelitian tersebut.

Menggunakan jenis perangkat lunak khusus untuk menganalisis jaringan dengan aktivitas otak dalam keadaan istirahat, para peneliti juga mengamati fungsi otak dan perubahan konektivitas antar area otak.

Tim peneliti melakukan hal ini pada 84 orang dari kelompok tanpa gejala; 70 orang dari kelompok kecemasan dan depresi; dan 90 orang yang tidak terjangkit COVID-19. 

Para peneliti menemukan perubahan fungsional yang meluas di masing-masing dari 12 jaringan yang mereka uji pada kelompok dengan gejala kecemasan dan depresi.

Kelompok COVID tanpa gejala juga mengalami perubahan, tapi hanya lima bukannya 12 jaringan.

“Hasil studi kami menunjukkan pola perubahan yang parah dalam cara otak berkomunikasi serta strukturnya, terutama pada orang dengan kecemasan dan depresi dengan sindrom COVID yang berkepanjangan, yang mempengaruhi begitu banyak orang,” kata Yasuda dalam rilis berita dari American Academy of Neurology. “Besarnya perubahan ini menunjukkan bahwa itu dapat menyebabkan masalah dengan ingatan dan keterampilan berpikir. Jadi kita perlu menjajaki pengobatan holistik bahkan untuk orang yang terkena dampak ringan oleh COVID-19,” imbuhnya.

Temuan ini dipublikasikan pada 20 Februari sebelum presentasi mereka di Boston dan secara online pada pertemuan American Academy of Neurology pada 22 hingga 27 April 2023.

Penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan harus dianggap sebagai pendahuluan sampai diterbitkan dalam jurnal peer-review (ditinjau oleh rekan sejawat). (BS)

Advertisement