Berandasehat.id – Obesitas pada anak tidak boleh dianggap remeh apalagi dipandang sebagai hal yang menggemaskan. Obesitas berpotensi memicu sindrom metabolik yang menyebabkan meningkatnya risiko penyakit tidak menular. Orang dikatakan memiliki sindrom metabolik bila memiliki tiga atau lebih kondisi seperti kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, gula darah (glukosa) tinggi, kadar kolesterol HDL (kerap disebut kolesterol baik) dalam darah rendah, kadar trigliserida tinggi dalam darah, dan tekanan darah tinggi. 

Disampaikan dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, berbagai kondisi tersebut kerap dialami oleh orang obesitas sehingga perlu diwaspadai. “Obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami sindrom metabolik yang mengarah pada penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, dan diabetes,” ujarnya dalam edukasi media yang digelar Kementerian Kesehatan RI, Badan POM didukung Nutrifood di Jakarta, Rabu (1/3/2023).

Bicara obesitas pada anak, Marya mengatakan butuh penanganan komprehensif, melibatkan ahli gizi, psikolog, psikiatri dan pakar terkait. “Para ahli ini secara bersama-sama akan mencari solusi untuk mengatasi obesitas pada anak untuk mencapai hasil terbaik,” ujarnya.

Dia mengatakan, pengurangan berat badan untuk obesitas umumnya 0,5-1 kg per minggu. “Itu jumlah ideal, namun ada juga yang target penurunan bisa di atas itu tergantung saran ahli. Terpenting adalah penurunan itu stabil, target mingguan turun berat badan tercapai,” beber Marya.

Untuk mencegah obesitas anak, Marya menekankan pentingnya mengenalkan makanan bergizi seimbang, yakni kaidah Isi Piringku, sejak usia dini. “Biasakan mengonsumsi makanan sesuai anjuran dari Kemenkes RI yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein,” sarannya.

Ilustrasi anak obesitas (dok. ist)

Tak lupa, perhatikan label kemasan sebelum membeli guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman. “Pilih  makanan dan minuman yang tinggi protein karena bisa menjadi sumber energi bagi tubuh anak dan remaja yang memiliki banyak aktivitas,” saran Marya.

Kesempatan sama, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI, Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes, menyampaikan berdasar data Riset Kesehatan Dasar 2018, sebanyak 1 dari 5 anak berusia 5-12 tahun, dan 1 dari 7 remaja berusia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. 

Seperti disebutkan sebelumnya, obesitas memiliki konsekuensi berat pada anak karena memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami sindrom metabolik. Untuk diketahui, prevalensi sindrom metabolik (SM) di Indonesia sebesar 23,34%, lebih tinggi pada laki-laki (26,2%) dibandingkan pada perempuan (21,4%). “Sindrom metabolik  diprediksi menyebabkan kenaikan dua kali lipat risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali lipat pada penyakit diabetes melitus tipe 2,” terang Eva.

Guna mengantisipasi hal itu, sebut Eva, pemerintah menyerukan agar semua pihak, termasuk para guru, orang tua dan pelaku sektor swasta, memprioritaskan asupan nutrisi seimbang pada anak, serta mendorong aktivitas fisik untuk mencegah dan menghentikan rantai obesitas sedini mungkin. 

Pentingnya Memahami Angka Kecukupan Gizi

Sebagai upaya untuk mengetahui asupan gula, garam, dan lemak dari pangan olahan kemasan, masyarakat diajak untuk lebih cermat dalam membaca label gizi kemasan pangan olahan yang dikonsumsi. Masyarakat harus selalu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan, yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.

Pengawas Farmasi Makanan Ahli Muda Badan POM, Meliza Suhartatik mengatakan idealnya dalam sehari masyarakat mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan), garam tidak lebih dari 5 gram (setara 1 sendok teh), dan lemak tidak lebih dari 67 gram (setara 5 sendok makan). 

Dia juga mendorong masyarakat selalu cermat membaca label kemasan dan menjadikannya sebagai kebiasaan. “Dengan demikian kita akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit, salah satunya obesitas,” ujar Meliza.

Media workshop Stop Rantai Obesitas Sedini Mungkin, Rabu (1/3/2023) – dok. Berandasehat.id

Sebagai upaya promotif dan preventif dalam penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM), Badan POM juga melakukan kampanye agar konsumen memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan gizinya. Salah satu cara untuk memudahkan masyarakat memilih pangan yang lebih sehat adalah dengan mencantumkan keterangan Logo ‘Pilihan Lebih Sehat’ pada pangan olahan yang memenuhi kriteria kandungan gula, garam, lemak dan/atau zat gizi lainnya. 

Harapan senada disampaikan Head of Strategic Marketing Nutrifood, Susana, yang menyadari bahwa isu obesitas terutama pada anak dan remaja berdampak negatif bagi kesehatan karena bisa meningkatkan risiko sindrom metabolik pada saat mereka dewasa. “Perlu adanya kerja sama seluruh pihak dalam mengatasi isu ini,” ujarnya.

Sejak 2013, Nutrifood aktif berkolaborasi dan mendapatkan dukungan dari Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM RI untuk mengedukasi tenaga kesehatan, komunitas, media, dan masyarakat melalui kampanye Cermati Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (#BatasiGGL) serta Baca Label Kemasan sebagai salah satu upaya penanggulangan isu obesitas di Indonesia. (BS)

Advertisement