Berandasehat.id – Kanker kolorektal (usus besar) menjadi salah satu jenis kanker yang kurang begitu populer dibandingkan kanker payudara, paru dan serviks. Gejala kanker kolorektal juga kerap dikelirukan dengan penyakit lain, misalnya wasir/ambeien. Pada sejumlah orang, kanker ini bisa muncul tanpa gejala nyata sehingga kerap ditemui pada stadium lanjut, yang berdampak pada hasil pengobatan.
Disampaikan Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Pusat, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP, kanker kolorektal merupakan penyakit ketika sel-sel di usus besar atau rektum tumbuh di luar kendali. Gejala kanker kolorektal yang dapat muncul yaitu diare, sembelit, buang air besar terasa tidak tuntas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas.
“Gejala juga bisa muncul berupa pendarahan pada rektum (bagian ujung usus besar), buang air besar berdarah, mual, muntah, perut terasa nyeri, kram, atau kembung serta tubuh mudah lelah,” ujar Prof Aru dalam edukasi mengenai kanker kolorektal yang digelar YKI bersama MSD Indonesia di Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Prof Aru menambahkan, pola buang air besar yang berubah juga harus diwaspadai sebagai gejala kanker kolorektal. “Misalnya hari ini sembelit, tapi esoknya diare dan ini berlangsung kerap. Sebaiknya segera periksa ke dokter,” sarannya.
Dokter spesialis kanker itu menambahkan, deteksi dini memegang peran penting dalam pengobatan dan hasilnya bagi pasien. “Pasien yang terdeteksi kanker di stadium satu peluang untuk sembuh bisa mencapai 95%, stadium dua 80%, stadium tiga 70% dan stadium empat hanya 20%,” terangnya.

Ilustrasi wanita sakit perut (dok. ist)
Yang dimaksud ‘sembuh’ dalam hal ini adalah dalam kurun lima tahun kanker tidak muncul atau berkembang. Namun demikian, dengan kemajuan pengobatan, peluang keberhasilan pengobatan kanker itu bisa berubah. “Bisa saja pasien kanker stadium empat harapannya membaik berkat kemajuan pengobatan. Kanker kolorektal termasuk jenis kanker dengan kemajuan pengobatan paling pesat, dari operasi hingga imunoterapi,” terang Prof Aru.
Untuk diketahui, saat ini pengobatan kanker kolorektal yang tersedia di Indonesia sudah beragam, yaitu pengobatan kemoterapi konvensional, terapi target dan yang terbaru adalah imunoterapi. Berbagai opsi pengobatan ini memberikan harapan baru bagi pasien kanker kolorektal. Salah satu pengobatan terbaru yaitu imunoterapi, adalah jenis pengobatan kanker inovatif yang memanfaatkan kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker, sehingga dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik serta meningkatkan harapan hidup pasien.
“Setiap pasien kanker kolorektal akan mendapatkan pengobatan yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pasien sehingga hasil yang didapatkan optimal,” imbuh Prof Aru.
Bagi pasien kanker stadium satu hingga tiga dapat dilakukan kemoterapi yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. “Namun untuk stadium empat, yang membutuhkan terapi target dan imunoterapi belum masuk skema ini,” ujar Pro Aru.
Sebagai gambaran, pasien kanker membutuhkan kemoterapi dua minggu sekali sebanyak 12 kali. “Satu kali kemoterapi harganya sekitar Rp15 jutaan,” terang Ketua Umum YKI. “Jika menggunakan terapi target, tinggal tambahkan nolnya. Jadi memang lebih mahal. Makanya kanker yang ditemukan di stadium dini akan lebih baik, bagi kesembuhan atau pun besaran biasa yang harus dikeluarkan.”
Kesempatan sama, Managing Director MSD Indonesia, George Stylianou dalam sambutannya mengatakan edukasi tentang kanker merupakan bagian dari Program #HarapanBaru yang diluncurkan oleh MSD dan YKI tahun lalu. “Program ini bertujuan untuk memperluas akses terhadap pengobatan kanker inovatif, seperti imunoterapi dan juga memberikan dukungan dari berbagai aspek kepada pasien dan juga perawat pasien sehingga dapat memberikan harapan baru untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik,” tuturnya.
Last but not least, Yayasan Kanker Indonesia berharap program edukasi ini dapat memberikan gambaran dan pengertian kepada masyarakat di Indonesia mengenai kanker kolorektal sehingga semakin banyak yang sadar dan melakukan deteksi dini serta lebih cepat mendapatkan penanganan yang tepat.
“Kami memberikan dukungan bagi pasien penyintas kanker kolorektal berbagi tentang pengalamannya sebagai survivor (penyintas), sehingga semakin banyak masyarakat yang memahami tantangan dan solusi untuk membantu meringankan beban penyintas kanker kolorektal,” pungkas Prof Aru. (BS)